Selasa, 20 November 2018
Surat Kecil untuk Ayah yang Telah Menjadi Penghuni Surga. Semoga Rindu Ini Tersampaikan Padanya~
Surat Kecil untuk Ayah yang Telah Menjadi Penghuni Surga
Ayah, terima kasih telah mencintaiku….
Aku masih sangat kecil dan terlalu rapuh bahkan untuk melihat dunia. Namun, aku mendengar suaramu mengalun begitu indah dan merdu saat kau kumandangan panggilan Tuhan disebelah indera pendengaranku dalam heningnya malam. Suara pertama yang membuatku merasakan kedamaian. Ayah, tidak ada kata yang dapat menggambarkan rasa bahagiaku terlahir sebagai putrimu. Bahkan jika suatu hari nanti Tuhan mengijinkanku untuk terlahir kembali aku ingin tetap menjadi putri kecilmu. Ayah, terimakasih untuk semua cinta yang kau berikan padaku. Untuk setiap kenangan manis bersama denganmu.
Ayah, untukmu laki-laki sederhana dalam hidupku…
Ayah, aku bertanya pada angin sampaikah salam rinduku padamu. Hari ini kubuka kembali album foto usang itu. Aku melihatmu tersenyum saat pertama kali aku terlahir ke dunia. Aku seolah mengulang waktu yang telah lalu. Seperti angin musim panas yang berterbangan membawa partikel debu. Aku melihatmu saat melatihku bersepeda, mengajariku menggambar gajah, menyuapiku dan memakaikan seragam sekolah. Ataupun mengajariku membuat anyaman dari bambu. Bahkan engkau juga mengajakku ke tanah lapang untuk menerbangkan layangan.
Ayah, kenangan indah bersamamu adalah penyemangatku…
Waktu berlarian sangat cepat gadis kecil lugu dan manismu telah beranjak remaja. Saat dimana aku mulai mencari jati diri. Saat aku berada di fase yang rawan. Dari gadis kecilmu yang penurut. Aku tumbuh menjadi gadis yang pembangkang. Aku tidak tahu mengapa aku membenci semua nasehatmu. Aku benci jika mendengar kau menegurku. Aku bahkan enggan menyapamu. Aku memang anak yang durhaka waktu itu. Hingga pada suatu waktu Tuhan membuatku terjatuh sangat dalam. Aku sendiri dalam gelap disudut dunia yang sunyi. Yang kemudian hari kutahu depresi mulai menenggelamku dalam duka. Namun, aku melihat tanganmu terulur mencoba mengangkatku dari lubang keputusasaan. Engkau tersenyum dengan hangat, senyum yang telah lama tak kulihat dan dapat kuhitung 1,2,3 keriput telah menghiasi wajahmu. Ayah, terimakasih telah menjadi penolongku. Terimakasih telah menjadi lenteraku dikala aku tersesat dalam kelam dan gelapnya dunia. Ayah, maaf-maafkan aku yang telah mengacuhkanmu. Maafkan aku yang telah mengabaikanmu. Seburuk apapun perilakuku kau bahkan tak peduli itu. Kau selalu kembali saat aku jatuh, tersesat dan sendiri dalam gelap.
Ayah, terima kasih untuk tetap tegar dan bertahan…
Ayah, sebentar lagi aku akan beranjak dewasa. Ayah, bolehkah aku jatuh cinta pada laki-laki lain. Ayah, aku ingin banyak bercerita denganmu. Namun, aku tidak yakin kau dapat mendengarku. Tubuhmu yang dulu gagah kini begitu ringkih rapuh tak berdaya. Matamu yang hangat dan penuh semangat mulai sayu. Ayah, dapatkah kau bertahan hingga aku tumbuh dewasa. Ayah, mampukah kau bertahan dan menemani putrimu ini menemukan pangerannya. Ayah, kau bahkan tetap tersenyum saat aku menangis keras melihatmu terbaring lemah diranjang itu. Ayah, aku berjanji akan menjadi putrimu yang penurut jika engkau bertahan dari penyakit itu. Ayah, terimakasih untuk menjadi kuat. Terimakasih engkau telah mengajariku untuk sabar, tegar dan kuat dalam menjalani hidup.
Langganan:
Postingan (Atom)